INIKLIK.ID – Sehari ikut Bupati Takalar, Mohammad Firdaus Daeng Manye, terasa seperti mengikuti kuliah gratis bukan di kelas, tapi di jalanan desa, dengan materi yang konkret menuju masa depan desa. Empat area sentral beliau paparkan, kini diperkuat oleh data faktual.
Desa itu Pondasi Pembangunan
“Kalau mau bangun Takalar, jangan mulai dari atas. Mulailah dari desa.”
Pesan ini membawa visi bahwa pembangunan wajar dimulai dari fondasi terdepan. Kabupaten Takalar mencakup sekitar 86 desa dan 24 kelurahan, tersebar hingga dua belas kecamatan tergantung sumber data. Konsistensi dalam data ini menunjukkan pentingnya memperlakukan per Desa sebagai unit utama pembangunan karena sebanyak desa itulah yang jadi basis pembangunan strategis.
Potensi Lokal: Peta Jalan yang Beragam
Takalar jelas bukan monolit. Ada desa pulau, pesisir, hingga dataran tinggi. Data dari BPS mencatat bahwa dari total administrasi wilayah ini, terdapat 86 desa dan 24 kelurahan, tersebar di 12 kecamatan, sebagian akses langsung ke laut .
Daeng Manye menegaskan: “Jangan samakan semua desa.” Bayangkan desa pulau menghadapi tantangan air bersih, listrik, hingga digitalisasi; pesisir punya potensi laut spt rumput laut, nelayan patorani, tapi perlu akses pasar; dataran tinggi sibuk dengan irigasi, harga komoditas, dan input pertanian. Ini seperti “skill tree” dalam RPG: masing-masing punya jalan dan prioritasnya sendiri.
Digitalisasi Desa itu Bukan Sekadar Gaya
Menurut beliau, digitalisasi bukan tren: itu kebutuhan. Desa yang “offline” akan kehilangan momentum. Rasionalnya jelas, dengan layanan publik berbasis smartphone, nelayan bisa jual langsung, petani pantau harga real time, dan anak di pulau tetap belajar tanpa harus ke kota. Ini bukan fiksi masa depan, ini kebutuhan riil agar desa tak tertinggal.
Dana Desa sebagai Energi Produktif
Dana Desa dan ADD “bukan sekadar uang mampir minum,” tapi energi yang bisa mengubah desa dari konsumen menjadi produsen.
Dalam isi kepala seorang Daeng Manye bahwa Desa pulau bisa jadi pusat wisata bahari digital, Desa pesisir menjadi hub ekspor rumput laut, dan Desa pertanian berubah menjadi lumbung pangan modern dengan harga adil.
Ide-ide ini menjadi kokoh ketika dikaitkan dengan dana Desa yg rata-rata 800 juta-1 milyar /desa dan bahkan ada beberapa desa yg lebih tentunya banyak hal yg bisa dibuat di desa masing-masing dimana desa sebagai sumber ekonomi lokal .
Sehari bersama Daeng Manye bukan sekadar pengalaman administratif; ini kuliah lapangan soal pembangunan yang nyata. Desa bukan tempat singga, itu titik awal masa depan. Dengan data BPS, struktur administratif, dan target PAD, narasi beliau menjadi lebih kuat secara analitis, bukan hanya idealisme.
Bupati Daeng Manye bukan cuma seorang profesional, melainkan “dosen lapangan” yang mampu menyampaikan pembangunan dengan bahasa yang konkret, berbasis data, sekaligus menginspirasi lintas generasi. (*)
Eksplorasi konten lain dari iniklik
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
